Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Pengaruh Amicus Curiae Terhadap Putusan Hakim MK Dalam Penanganan Sengketa PHPU Presiden 2024

Pengaruh Amicus Curiae Terhadap Putusan Hakim MK Dalam Penanganan Sengketa PHPU Presiden 2024

Artikel Oleh : Chantika Aulia Rahmi
Fakultas Hukum, Universitas Andalas

Seruan.id - Dilansir dalam laman Humas MKRI (18/04/24), Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima sebanyak 23 pengajuan permohonan yang dikategorikan sebagai Amicus Curiae. Sejumlah pemohon berbondong-bondong mengirimkan unjuk atensi kepedulian mereka terkait Sengketa PHPU Presiden 2024 yang diadili dalam persidangan Mahkamah Konstitusi.

Pengajuan amicus curiae di Tahun 2024 merupakan terbanyak pertama kali sepanjang Sejarah di MK. Hal ini menunjukkan semangat kepedulian masyarakat untuk mengawasi jalannya persidangan penanganan perkara PHPU di MK. Hal ini berdampak positif terhadap system peradilan di Indonesia yang makin lama makin berkembang atas keikutsertaan Masyarakat yang ikut andil berperan dalam menanggapi permasalahan hukum di Indonesia.

Menilik amicus Curiae yang menjadi sorot kontroversial dalam PHPU Presiden 2024, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud amicus curiae itu sendiri dan bagaimanakah bentuk pengaruhnya bagi hakim yang menjadikannya sebagai pertimbangan dalam mengeluarkan putusan pengadilan. Serta bagaimana dasar hukum yang mengatur praktik amicus curiae dapat diterima dalam system peradilan di Indonesia.

Dalam laman Kompas.com (02/10/23), amicus curiae adalah ungkapan pihak yang tidak terkait secara langsung yang menyampaikan opini atau pandangan terhadap perkara dipersidangan. Pihak tersebut berada diluar pihak-pihak yang berperkara yang merasa berkepentingan menyampaikan perspektifnya dalam persidangan. Namun opini tersebut tidak berupa paksaan ataupun perlawanan terhadap hakim yang menangani perkara tersebut.

Opini hukum yang disampaikan berisikan perspektif yang berkaitan dengan perkara yang disidangkan dalam pengadilan. Seperti perkara PHPU Presiden 2014, dalam mekanismenya para pihak biasanya mengirimkan surat “Amicus Curiae” kepada mahkamah konstitusi yang ditujukan untuk hakim sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara di pengadilan.

Amicus Curiae dalam perkara pengadilan itu dapat diterima seluruhnya/sebagian/tidak diterima sama sekali. Hal ini tergantung atas otoritas hakim yang memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan berbagai sumber hukum untuk menjadi landasannya mengeluarkan putusan yang adil dan sah.

Praktik Amicus Curiae diakui keberadaannya dan memiliki dasar hukum dalam system pengadilan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat 1, berbunyi “ Hakim dan hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Penyampaian opini hukum dalam bentuk Amicus Curiae merupakan bahan pendukung pertimbangan bagi hakim dalam mengeluarkan putusan terkait perkara yang disidangkannya. Opini hukum ini juga akan membantu hakim sebagai tolak ukur memahami, mencari solusi dari perkara yang tengah dijalaninya.

Dilihat dari perannya, amicus curiae memiliki pengaruh dalam memberikan pandangan pendukung yang membantu hakim untuk menangani keberlangsungan perkara di persidangan. Hakim memiliki kewajiban menerima bentuk keikutsertaan tanggapan masyarakat yang menjunjung rasa keadilan salah satunya pada Amicus Curiae.

Namun, opini hukum tersebut tidak serta merta dijadikan sebagai landasan utama bagi hakim untuk berkiblat penuh mengeluarkan suatu putusan. Hal ini ditegaskan tergantung pada otoritas hakim yang akan menerima atau menolaknya.


Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment