Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Disahkannya Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang: Berpotensi Mengamini Kerusakan Keberlanjutan Lingkungan Hidup

Disahkannya Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang : Berpotensi Mengamini Kerusakan Keberlanjutan Lingkungan Hidup

Oleh: Chantika Aulia Rahmi
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Andalas

Seruan.id - Tertanggal 21 Maret 2023 telah disahkannya Peraturan Pengganti Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam Rapat Paripurna ke -19 masa sidang IV Tahun 2022-2023. Sebelumnya, Perppu Ciptaker diciptakan sebagai tindak lanjut atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Dilansir dalam CNN Indonesia (04/01/23), terdapat empat alasan pemerintah mengeluarkan Perppu Ciptakerja yaitu peningkatan investasi dan kegiatan berusaha, peningkatan pemberian perlindungan dan kesejahteraan pekerja, pemberian kemudahan dan perlindungan koperasi dan UMKM serta terakhir yaitu untuk peningkatan penanaman modal pemerintah dan percepatan proyek stategis nasional (SPN).

Agar terciptanya sebuah peraturan yang lebih kompleks, maka DPR selaku lembaga yang berwenang dalam persetujuan dan pengesahaan Undang-Undang mengesahkan Perppu Ciptaker Nomor 2 Tahun 2022 menjadi Undang-Undang yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Namun dari pengesahan undang-undang tersebut, banyak penolakan yang diberikan oleh berbagai pihak baik itu dari kalangan akademisi, mahasiswa, serta masyarakat pun tidak menyetujui perppu tersebut disahkan menjadi undang-undang. Terdapat segelintir pasal yang bermasalah dalam perppu tersebut berpotensi merugikan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat salah satunya merusak kelestarian kehutanan dan lingkungan hidup.

Adapun beberapa pasal yang bermasalah seperti mengubah dan menghapus Pasal 18 terkait kehutanan yang dilansir dalam Rejogja.Republika.co.id (05/01/23) Andi Muttaqien, Direktur Satya Bumi menyebutkan bahwa pasal a quo terkait ketentuan limitasi luas kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk meningkatkan pemanfaatan lingkungan sosial dan ekonomi hutan bagi masyarakat. Sebelum hadirnya omnibus law, aturan tersebut masih tetap dipertahankan. Aturan sebelumnya menetapkan dengan mempertahankan kawasan hutan sekitar minimal 30 persen dari luas daerah alian sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proposional. Namun setelah disahkannya UU Ciptaker tersebut, pasal tersebut dihapuskan dan akan diatur dalam peraturan pemerintah. Padahal sejatinya, pasal tersebut perlu dipertahankan sebab dalam penguasaan hutan haruslah diberikan limitasi atau pembatasan mempertahankan kawasan hutan yang akan dimanfaatkan agar tidak berpotensi merusak atau mengancam kelestarian hutan.

Selain itu terdapat juga beberapa pasal-pasal yang disinyalir berpotensi merusak pelestarian lingkungan hidup seperti yang dikutip dalam CNN Indonesia dalam Greenpace yaitu pertama, pada Pasal 38 ayat 3 UU dan Perppu Cipta Kerja yang menjelaskan bahwasannya izin pinjam pakai kawasan hutan diserahkan kepada pemerintah pusat dan memenuhi persyaratan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasal tersebut berpotensi membendungi masyarakat publik untuk mendapatkan informasi seputar pemberian perizinan. Kedua, pada Pasal 25 menerangkan bahwa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) hanya diberikan hak penyusunannya kepada masyarakat terdampak langsung saja. Padahal sejatinya dalam UU Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwasannya bukan hanya masyarakat yang terdampak saja, pemerhati lingkungan dan masyarakat juga memiliki hak untuk terlibat dalam pemyusunan AMDAL tersebut. Ketiga, terdapatnya pemangkasan substansi dari AMDAL yang dalam Perppu Cipta Kerja hanya menjelaskan bahwasannya dokumen AMDAL sebelumnya sebagai dasar pemberian keputusan kelayakan lingkungan lalu hanya dijadikan dasar uji kelayakan lingkungan. Keempat, pada Pasal 162 memiliki potensi ancaman pidana yang mengkriminalisasi masyarakat yang menolak aktivitas tambang di wilayah mereka. Pasal a quo berbunyi bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP,IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat dipidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak 100 juta.

Selanjutnya Kelima, pemberian kelonggaran berupa memberhentikan sanksi bagi pelaku usaha yang belum memiliki izin atau bisa dikatakan ilegal sebelum aturan tersebut berlaku. Sebagaimana halnya dalam Pasal 110A dan Pasal 110B Perppu Ciptaker memberikan peluang kelonggaran waktu untuk menyelesaikan administrasi paling lambat November 2023. Pasal ini bermasalah terhadap tertib aturan pelaku usaha yang berdampak merusak kelestarian lingkungan akibat mendirikan usaha yang illegal dibiarkan secara percuma tanpa diberikan sanksi secara tegas untuk diberhentikan aktivitas usahanya. Keenam, dalam Pasal 128 A Perppu Cipta Kerja pemerintah menghadiahkan subsidi kepada oligarki pelaku usaha tambang batu bara dengan royalti sejumlah 0 persen.

Berbagai problematika pasal-pasal yang bermasalah dalam Perppu Cipta Kerja dijadikan sebagai undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja mengundang ketidaksetujuan khalayak masyarakat untuk disahkan. Masih terdapat ompongnya kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendak masyarakat dan dinilai akan berpotensi merusak lingkungan. Selain itu, menilik dalam penyusunannya pun cenderung cepat untuk disahkan dan ditetapkan menjadi sebuah undang-undang. Seharusnya pemerintah bersama DPR melakukan evaluasi kembali pasal-pasal yang telah ditetapkan khususnya di negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alamnya. Pemerintah mesti menilai apakah pasal-pasal tersebut layak untuk diteruskan atau dilakukan pengubahan agar sesuai untuk menunjang kesejahteraan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya.

Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment