Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Polemik Puan dan Pancasila di Minangkabau

Oleh : Nelti Rosa, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

Polemik Puan
Polemik pernyataan Puan Maharani saat mengumumkan bakal calon yang diusung PDIP di Pilkada Sumbar berakhir kontrovesi. Pernyataan Puan di duga menyinggung perasaan masyarakat Minang karna dinilai tidak pancasilais. Pernyataan yang mengatakan seseorang atau sekelompok orang kurang Pancasila atau tidak Pancasila itu berbahaya sekali.

Jadi, sangat pantas sekali jika kemudian muncul reaksi dari orang Sumbar atau Urang Awak, karena dituding tidak Pancasila atau kurang Pancasila. Banyak spekulasi yang menyebutkan bahwa Puan sangat tendensius. Mendiskriditkan masyarakat Minang tak mendukung negara Pancasila. Asumsi masyarakat mungkin karena kemarahan PDIP yang tidak sama sekali memperoleh kursi di DPR dari Sumbar.

Apa dampak terhadap Puan? Jelas pernyataan seperti ini bisa saja merugikan dirinya sendiri yaitu justru akan menghambat ambisi beliau untuk mendapatkan dukungan pada saat mencalonkan diri menjadi capres atau cawapres di pilpres 2024 mendatang. 

Di samping itu, dampak dari pernyataan Puan Maharani, Ketua DPR dan salah satu pemimpin teras PDIP, tentang Sumatera Barat dan Pancasila menjadi lebih deras karena disampaikan di tengah arus pasang politik: pilkada serentak di 270 daerah. Semestinya, sikap politis berkelas itu merangkul bukannya memukul, jika benar-benar ingin mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. 

Statmen Puan dalam momentum jelang pilkada ini jelas merugikan pasangan Mulyadi- Ali Mukhni yang diusung koalisi partai Demokrat dan PDI Perjuangan sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumbar. Kerja keras pasangan kandidat selama ini bisa hancur akibat pernyataan Puan, pasangan ini akan berpotensi menuai sentimen negatif dan resistensi pemilih orang Minang. Pasangan ini berpotensi besar ditinggal pemilih yang kecewa hanya gara-gara dukungan partai yang pimpinannya membuat pernyataan yang menyinggung.

Pancasila di Minangkabau
Pancasila sudah menjadi nilai kehidupan masyarakat Minang. Sejarah mencatat, Pancasila dan Minangkabau adalah dua hal yang melekat. Sejumlah tokoh bangsa perumus Pancasila juga berasal dari Minang. Pancasila dan Ranah Minang adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya menjadi harmoni dalam lantunan kehidupan di balik alunan budaya dan goresan sejarah Minangkabau.

Pada daerah Sumatera Barat atau yang jamak disebut Ranah Minang, penerapan nilai-nilai Pancasila merupakan sesuatu yang zeitlos atau tidak terikat oleh waktu. Melacak akar penerapan Pancasila di Ranah Minang, sama tuanya dengan menggali sejarah wilayah itu sendiri.

Salah satu penerapan nilai-nilai Pancasila yang telah lama hidup dalam alam budaya Minangkabau adalah musyawarah untuk mufakat yang sesuai dengan penerapan sila keempat dalam Pancasila. Jauh sebelum Indonesia merdeka, musyawarah adalah sesuatu yang telah melembaga dalam kehidupan adat secara turun-temurun di tengah-tengah kehidupan masyarakat Minang.
Hingga kini, warisan budaya itu masih terawat dalam setiap pertemuan adat. Jejak budaya itu bahkan terekam dalam pepatah adat Minang;

Bulek Aia Dek Pambuluah (Bulat air karena pembuluh)
Bulek Kato Dek Mupakaik (Bulat kata karena mufakat)
Nan Bulek Samo Kito Golongkan (Sesuatu yang bulat sama-sama kita golongkan)
Nan Picak Samo Kito Layangkan (Sesuatu yang pipih sama-sama kita layangkan).

Selain musyawarah, pepatah adat ini juga menggambarkan penerapan nilai demokrasi dan persatuan dalam setiap perbedaan pendapat. Para tokoh adat yang menjadi perwakilan masyarakat turut menyuarakan pandangan masing-masing hingga mencapai satu titik kesepakatan.

Penerapan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama, juga telah dilakukan oleh etnis Minang sebelum kemerdekaan Indonesia. Melalui prinsip adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, kehidupan di Minangkabau telah dilaksanakan berlandaskan norma agama. Tampak bahwa sejak lama, aktualisasi nilai-nilai Pancasila sudah melekat dalam kehidupan sosial di Minangkabau.

Selain dalam tataran kehidupan sosial, keterkaitan Minangkabau dengan Pancasila juga tecermin dalam jejak para tokoh bangsa. Tokoh dari Ranah Minang, seperti Muhammad Yamin, Mohammad Hatta, dan Agus Salim, adalah sosok yang turut berperan dalam perumusan Pancasila.

Pengakuan ini mewajibkan partai-partai politik yang mengakui Pancasila mendidik anggotanya mempunyai toleransi, harga-menghargai terhadap pendirian partai-partai lain di Indonesia. (Mohammad Hatta, 1966)
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment