Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Penanganan Pelanggaran HAM Berat Di Masa Lalu: MITOS??

Oleh: Muhammad Kevin Yades
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

Indonesia memang memiliki sekelumit kisah yang menghiasi perjalanan bangsa ini, salah satu yang selalu disorot adalah pelanggaran HAM berat masa lalu. Pelanggaran HAM berat masa lalu tetap akan terus menjadi luka yang amat mendalam dan akan terus membayangi semua rezim yang ada di negeri ini untuk menyembuhkan luka lama tersebut.

Bulan ini, selalu diingat sebagai bulan reformasi. Karena tepat pada bulan ini dua puluh dua tahun silam terjadi suatu rentetan sejarah akan selalu dikenang sebagai suatu perubahan besar dalam sejarah Republik Indonesia. Pada peristiwa ini mengakibatkan lengsernya rezim yang berkuasa dalam waktu yang sangat lama yaitu 32 tahun lamanya, suatu rezim yang dikenang dengan rezim yang memiliki begitu banyak andil akan pelanggaran HAM berat di masa lalu di Republik ini. 

Setelah lengsernya rezim ini, maka muncullah era yang dharapkan memberikan nafas segar atas terbebasnya negeri ini dari suatu rezim yang mengekang rakyatnya demi kelanggengan kekuasaan dengan segala cara, salah satunya dengan membungkam segala pengkritiknya.

Tingginya harapan masyarakat akan datangnya era Reformasi yang diharapkan membawa angin segar ini agak terganjal dengan gagalnya Pemerintah dalam mengungkapkan kasus pelanggaran HAM terutama pelanggaran HAM berat di masa lalu, terbukti dengan nihilnya upaya Pemerintah setalah era Reformasi untuk penanganan pelanggaran HAM berat serta belum juga dapat sepenuhnya mengungkapkan pelanggaran HAM tersebut.

Dikutip dari REPUBLIKA.co.id tanggal 8 November 2019. Menurut Jaksa Agung RI ST Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR, bahwa saat ini ada 12 dari 15 kasus pelanggaran HAM berat sebelum UU no. 26 tahun 2000 yang masih belum terungkap. Kasus-kasus itu meliputi peristiwa 1965; penembakan misterius; peristiwa Trisakti; Semanggi I; dan Semanggi II; penculikan dan penghilangan orang secara paksa; peristiwa Talangsari; peristiwa Simpang KKA; peristiwa Rumah Gedong tahun 1989; serta peristiwa dukun santet, ninja, dan orang gila Banyuwangi tahun 1998.

Banyaknya alasan mengapa kasus-kasus tersebut belum juga terselesaikan, salah satunya bolak-balik berkas dari Kejaksaan Agung ke Komnas HAM dengan alasan kurangnya bukti, serta belum dibentuk pengadilan ad hoc dalam penanganan pelangaran HAM berat tersebut. 

Setelah rezim orde baru ini memang belum ada bukti konkrit upaya pemerintah dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat, terbukti kasus-kasus lama tersebut hanya 3 kasus saja yang terselesaikan, selain itu dengan banyaknya tokoh-tokoh yang diduga melakukan pelanggaran HAM tersebut masih bisa menduduki jabatan strategis di Pemerintahan, menambah rasa tanya masyarakat atas keseriusan Pemerintah dalam penanganan pelanggaran HAM berat di masa lalu tersebut.

Masyarakat sudah terus berharap akan penanganan kasus pelanggaran HAM berat tersebut. Sudah 5 Presiden silih berganti pasca tumbangnya rezim orde baru, tetapi masyarakat belumlah puas akan upaya penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini. Sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Komnas HAM RI, mayoritas masyarakat merasa kesimpang siuran penanganan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Masyarakat terus diberi buaian-buaian manis setiap lima tahun sekali, melalui janji manis yang selalu di kumandangkan ketika masa kampanye tiba. Tetapi sesaat mereka terpilih, seaakan-akan mereka lupa akan janji manis yang begitu manisnya.

Harus berapa lama lagi masyarakat menunggu kepastian atas kasus-kasus terdahalu, harus berapa lama lagi orang tua, anak, adik, kakak dan sanak famili menunggu kabar kapan orang yang terkasih akan pulang atau siapa yang melakukan suatu perbuatan kejam kepada orang terkasih, harus berapa lama lagi negara ini terus dihampiri oleh luka lama yang tak kunjung sembuh, harus sampai berapa lama lagi kasus HAM berat menghantui setiap pemerintahan yang silih berganti?

Di tengah pandemi ini bukanlah suatu alasan bagi Pemerintah untuk lupa atas Pekerjaan Rumah yang sudah lama tak selesai-selesai, suatu Pekerjaan Rumah yang sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun tak terselesaikan. Harus ada berapa pengantian penguasa lagi untuk mengungkapkan pelanggaran HAM berat ini?

Oleh sebab itu diperlukan sebuah komitmen yang serius dari pemerintah untuk penanganan pelanggaran HAM berat di masa lalu tersebut. Dari segera dibentuknya pengadilan HAM ad hoc serta melengkapi bukti-bukti pelangaran HAM berat di masa lalu tersebut. Demi menuntaskan PR yang begitu lama belum diselesaikan jua.
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment