Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Ihwal Wacana Kepala Desa 27 Tahun

Oleh : Muhamad Rido Putra
Mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas

Seruan.id - Belakangan publik dihebohkan dengan tuntutan yang dilakukan oleh Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Tuntutan tersebut disampaikan dalam menanggapi wacana yang dilakukan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PPDT) terkait masa jabatan Kepala Desa selama 9 tahun dengan maksimal masa jabatan 2 periode. Apdesi menuntut untuk jabatan Kepala Desa  menjadi 3 Periode dengan 9 tahun ditiap periode. Jika dihitung berarti Kepala Desa bisa menjabat selamat 27 tahun.  Alasan yang disampaikan karena waktu 18 tahun tidak cukup untuk melaksanakan program di desa dan Kepala Desa yang menjabat saat ini hanya mendapatkan waktu maksimal 15 Tahun.

Menurut Undang – undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 39 menyebutkan bahwa Kepala Desa memegang masa jabatan selama 6 tahun terhitung sejak pelantikan. Kemudian dapat menjabat selama 3 kali periode dengan total waktu 18 tahun. Berdasarkan jumlah masa jabatan yang dituliskan sebenarnya telah ideal bagi Kepala Desa. Masa jabatan kepala desa memiliki durasi waktu yang lebih lama daripada jabatan pemimpin publik yang lainnya. Berarti tergantung bagaimana pengelolaan program yang harus disesuaikan dengan waktu bukan malah sebaliknya. Salah satu dampak masa jabatan yang terlalu lama akan berpotensi terjadinya pencurian uang dan rentan terjadinya korupsi. Data dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyebutkan terhitung sejak 2012 hingga 2021 mencatat terdapat 601 kasus korupsi dana desa dan sebanyak 686 Kepala Desa terjerat kasus tersebut. Keadaan ini sangat memperihatinkan dan bisa berdampak buruk terhadap pembangunan desa. Jika masa jabatan diperpanjang bisa saja terjadi pelonjakan kasus korupsi yang cukup besar.

Wacana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa juga sarat akan kepentingan politik karena bertepatan dengan momen persiapan pemilu 2024 mendatang. Terdapat pihak – pihak elit tertentu terutama partai yang pro dan kontra akan tuntutan ini. Tentunya ini bisa dimanfaatkan dalam meraih simpatisan karena kepala desa bisa mempengaruhi masyarakat yang dipimpin dalam menentukan arah pilihan politik pada pemilu mendatang. Bahkan lebih parah lagi dampak buruk dari wacana bisa menyebabkan penundaan pemilu yang sudah di depan mata. Berdasarkan alasan – alasan yang dikemukakan tidak ada urgensi tepat untuk mengamademen pasal tentang masa jabatan menjadi 27 tahun.

Lahirnya Kembali Rezim Orde Baru

Berkaca dari pengalaman sebelumnya terkait kediktatoran seorang pemimpin karena tidak adanya pembatasan masa jabatan. Presiden RI kedua yakni Soeharto yang telah mejabat sebagai Presiden selama 32 tahun memberikan dampak buruk terhadap negara dengan langgengnya melakukan Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Penyelewengan kekuasaan sangat buruk dan berujung terjadinya korupsi besar - besaran. Bahkan menjadi salah satu presiden terkorup di dunia dikarenakan tidak adanya batasan tersebut. Dampak tersebut menyebabkan trauma yang membekas bagi rakyat karena aturan - aturan yang diterapkan begitu ketat. Beruntung mahasiswa dengan kesadaran tinggi akan pentingnya kontrol terhadap pemimpin secara kompak dan bersama - sama berhasilkan menumbangkan rezim Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Maka dari itu juga Kepala Desa yang perlu pembatasan jabatan untuk tidak terjadinya penyelewengan keabsolutan. Masa jabatan Kepala Desa di masa Orde Baru  diatur dalam Undang – undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dengan masa jabatan 16 tahun dalam 2 periode. Selain itu perlunya regenerasi kepemimpinan karena waktu jabatan yang lama akan menghambat regenerasi kepemimpinan di desa. Dapat dilihat dari keadaan saat ini belum masifnya kritis calon pemimpin untuk melanjutkan regenerasi kepemimpinan. Masa jabatan 27 tahun jelas bertentangan dengan upaya menjaga kestabilan demokrasi yang telah berlangsung baik. Bahkan lebih parah lagi bisa melahirkan rezim otoriter yang akan menyengsarakan masyarakat.

Kemunduran Demokrasi

Tidak dapat dipungkiri jika terjadinya perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tentu akan berdampak terhadap demokrasi. Padahal mahasiswa telah bersusah payah dalam menegakkan reformasi untuk menciptakan Negara Indonesia yang memiliki asas demokrasi.  Ruang demokrasi akan semakin sempit jika tuntutan tersebut dipenuhi. Tidak boleh ada tindakan yang berupaya mempersempitkan ruang demokrasi salah satunya dengan memberikan kewenangan lebih kepada pemimpin. Awal masa reformasi masa jabatan Kepala Desa diatur dalam Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan desa masa jabatan 10 tahun dalam 2 periode. Kemudian Undang – undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang pemerintahan desa, masa jabatan 12 tahun atau 6 tahun setiap periode. Terakhir Undang – undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, masa jabatan selama 18 tahun atau 6 tahun setiap periode. Tentunya dengan kebijakan terakhir telah efektif bagi kepala desa dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin. Kestabilan demokrasi akan tetap terjaga dengan baik jika aparatur pemerintahan mendapatkan masa tugas yang tepat.    

Tentunya keputusan penting berada di tangan Presiden dan DPR dalam mengambil tindakan yang tepat. Meskipun Presdiden telah menegaskan masa jabatan kepala desa telah sesuai dengan aturan yang ada yakni selama 6 tahun dan 3 periode. Tetapi aspirasi tetap masuk ke DPR sehingga bisa berakhir dengan kebijakan diluar dugan publik. Kebijakan yang diambil harus berpihak kepada rakyat bukan berpihak kepada kepentingan Kepala Desa Semata. Tidak boleh lahirnya oligarki terutama di pemerintahan terbawah karena akan berdampak buru bagi desa. Masa jabatan kepala desa yang ada telah ideal bagi kepala desa dalam menjalankan kepemimpinan dan pelayanan kepada masyarakat.
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment