Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Covid-19 Belum Berakhir, Pilkada 2020 Harus Ditunda Demi Keselamatan Rakyat

Oleh: Syaiful Rangkuti
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Asahan

Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 tetap berlangsung 9 Desember 2020. Hal ini merupakan kesimpulan Rapat Kerja antara Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan umum (Sumber: CNNIndonesia.com).  

Sementara wabah pandemi Corona Virus Disease atau Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda berakhir meskipun berbagai upaya dilakukan mulai dari social distancing, physical distancing, memakai masker, cuci tangan pakai sabun hingga work from home, sekolah/kuliah daring dan lain sebagainya.

Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan update data per Selasa, 22 September 2020 mengenai masyarakat yang terdampak Covid-19 sebagai berikut: positif sebanyak 252.923, sembuh sebanyak 184.298 dan yang meninggal sebanyak 9.837 (Sumber: Covid19.go.id).

Entah “apa yang merasuki” pikiran Bapak/Ibu yang “terhormat” tersebut sehingga tetap yakin untuk melanjutkan hajatan rakyat per lima tahun ditingkat daerah dilaksanakan 9 Desember 2020. Hadirnya wabah Covid-19 telah mengancam keselamatan rakyat. Bentuk kongkritnya Covid-19 membuat ruang gerak dan/atau aktivitas masyarakat terbatas bahkan hanya dirumah. 

Penulis teringat istilah Cicero, filsuf berkebangsaan Italia yang mengatakan “Salus populi suprema lex esto”, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara. Maka jika menggunakan istilah tersebut, maka hendaknya para pengambil kebijakan harus melakukan penundaan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020 seperti penundaan sebelumnya yang seharusnya Pilkada dilaksanakan September 2020.

Tapi, setelah ada anggaran untuk menerapkan protokol kesehatan, kebutuhan anggaran naik 34 persen yang harus ditutupi dengan APBN. 

"Dengan adanya protokol kesehatan, naik jadi Rp 20,46 triliun," ucap Sri dalam konferensi pers Kinerja APBN secara virtual, Selasa (22/9)(Sumber:Republika.co.id).

Sangat fantastis sekaligus miris, itulah kalimat yang tepat menggambarkan biaya yang jumlahnya triliunan tersebut. Disebabkan dengan Pilkada 9 desember 2020 tetap dilaksanakan mengakibatkan penambahan biaya “protokol kesehatan”. Seharusnya biaya triliunan tersebut dapat dialihkan Pemerintah untuk kebutuhan negara yang lainnya seperti bantuan sandang-pangan bagi masyarakat, subsidi kuota internet, suplemen bagi tenaga medis/relawan covid-19 dan lain sebagainya sehingga keselamatan rakyat Indonesia terjamin.

Pilkada tahun 2020 memiliki potensi sangat besar untuk ditunda dikarenakan bencana non alam atau pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga saat ini. Hal demikian dapat dilihat di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang pada Pasal 201A ayat (3) menyatakan sebagai berikut:

“Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.”

Kemudian dibagian penjelasan Pasal 201A ayat (3) yaitu Pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2O2O ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemic Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) belum berakhir. Sehingga hal demikian memungkinkan penundaan demi keselamatan rakyat.

Serta pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Maka, Penundaan Pilkada tahun 2020 merupakan bagian melindungi masyarakat dari wabah covid-19.

Memang “Hukum terkadang tidak seindah di kenyataan” atau antara Das Sollen dengan Das Sein saling bertolak belakang. Sehingga Pemerintah memustukan untuk tetap melaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020. 

Padahal pelaksanaan tahapan-tahapan Pilkada dapat menimbulkan “keramaian” seperti kampanye terbuka, silaturahmi pasangan calon, dan lain sebagainya sehingga mengakibatkan masyarkat terkena covid-19. Sementara Pemerintah terus mengkampanyekan hindari keramaian guna mencegah penyebaran Corona Virus Disiase atau Covid-19.

Maka melalui rangkaian kalimat ini penulis menyampaikan pandangannya dengan melihat kondisi pandemi saat ini, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 9 Desember 2020 harus ditunda guna fokus penanggulangan bencana non alam Corona Virus Disiase atau Covid-19. “Salus populi suprema lex esto”, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara.
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment