Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Dwi Fungsi Gaya Baru di Era Reformasi

Oleh: M. Syaiful Zuhri R
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Asahan

Pasca dilantiknya Joko Widodo sebagai Presiden dan Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden Periode 2019-2024 terdapat banyak perubahan skala besar terhadap beberapa institusi tanpa terkecuali Kepolisian Republik Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat secara nyata. 

Dengan beralihnya tongkat komando dari Jenderal Purn. Tito Karnavian yang menjadi Menteri Dalam Negeri kepada Jenderal Idham Azis. Dengan cepat dan sigap pimpinan tertinggi dikepolisian tersebut langsung melakukan rotasi hingga reformasi skala besar. Mulai dari rotasi Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) hingga ditingkat jajaran Mabes Polri. Tentu upaya tersebut patut diapresiasi dikarenakan sebagai cara menyegarkan kinerja hingga regenerasi ditubuh institusi korps bhayangkara tersebut. 

Akan tetapi yang menjadi persoalan ialah "dilibatkannya" Perwira Polisi Aktif untuk ditempatkan dibeberapa posisi yang dinilai sangat strategis. Mulai dari organisasi olahraga, kementerian, satuan tugas lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi hingga menjadi pejabat "VVIP" perusahaan "plat merah" yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Penempatan-penempatan pada posisi tersebut, mengingatkan negeri ini kembali kepada era orde baru. Dimana terjadi Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang didominasi oleh prajurit loreng (Tentara). Hampir seluruh aspek, anggota TNI menempati posisi yang sebagaimana saat ini terjadi. Sama diketahui bahwasanya satu diantara poin tuntutan reformasi ketika itu ialah menghapuskan Dwi Fungsi ABRI. Nyatanya setelah orde baru berakhir, di era reformasi saat ini penguasa seperti "menjilat" ludah sendiri. 

Banyaknya perwira aktif diposisi tersebut seakan-akan menunjukkan Indonesia kehabisan sumber daya manusia sehingga harus menempatkan mereka diposisi-posisi tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yang dimuat pada pasal 28 ayat 3 menyatakan: "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian." Jelas dan tegas pasal tersebut sudah mengatur terkait penempatan posisi anggota kepolisian tersebut. 

Dikhawatirkan apabila praktik penempatan "anggota kepolisian" diluar dinas kepolisian dapat menimbulkan kecemburuan pada pihak lain yang dapat mengganggu stabilitas berbangsa dan bernegara. Kebijakan penempatan tersebut dinilai "Dwi Fungsi" gaya baru diera reformasi. 

Diharapkan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan tersebut guna menjaga netralitas kepolisian. Dan catatan buat Kapolri untuk tidak memberikan izin anggota untuk berdinas diluar dinas kepolisian. Sehingga kepolisian fokus menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment