Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Presiden "Plin-plan", Corona "Geleng-geleng"

Oleh : Ais Jauhara Fahira, Mahasiswa Fakultas ISIP Universitas Andalas 

Belum lama ini Kementerian Perhubungan mengumumkan kebijakan untuk melonggarkan pengoperasian transportasi umum (07/05). Kebijakan tersebut justru malah membingungkan. Kenapa membingungkan? Kebijakan ini justru malah dinilai kontradiksi dengan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan juga larangan mudik. Selain itu apakah sudah saatnya Kita berdamai dengan wabah Corona? Seperti yang dinyatakan Presiden Jokowi pada akun twitternya?

Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk tetap menjalankan perekonomian nasional tetap berjalan. Namun, bukan berarti mencabut larangan mudik bagi masyarakat. Budi mengatakan bahwa Badan Nasional Penanggulan Bencana bersama Kementerian Kesehatan (kemenkes) akan menyampaikan kriteria terkait siapa yang diperbolehkan menggunakan trasnportasi umum. 

Disebutkan bahwa syarat mobilitas bagi seseorang adalah memiliki kepentingan mendesak, mengantongi surat tugas serta dinyatakan sehat dari swab test melalui metode polymerase chain reaction (PCR).  Budi juga menambahkan bahwa salah satu kriterianya adalah pejabat negara seperti anggota DPR.  Lantas, apakah penegasan tersebut bermaksud memberi hak istimewa (privilege) bagi para pejabat yang ingin pulang kampung?

Masalahnya apakah pihak medis dapat meng-cover kebijakan tersebut? Berdasarkan catatan kompas.com, hingga Sabtu 9 Mei 2020 jumlah positif Corona mencapai 533 kasus. Sebelumnya penambahan tertinggi tercatat pada 5 Mei yakni sebanayak 484 kasus. Data tersebut membuktikan bahwa kebijakan PSBB saja belum efektif memangkas persebaran kasus positif Corona. Bahkan gugus petugas covid-19 juga akan kesulitan jika kebijakan dadakan tentunya peralatan serta persiapan belum tentu memadai. 

Dan pada realisasinya-pun masyarakat yang tak memiliki hak istimewa selayaknya pejabat dengan alasan mendesak seperti sakit malahan dengan mudahnya mengantongi surat kerja untuk berpergian dengan transportasi umum. Hal tersebut malah menciptakan peluang persebaran kasus positif Corona. Izin sakit yang belum jelas, belum tentu pula pengadaan pemeriksaan medis dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Kemungkinan terburuk jika masyarakat lulus dari pemeriksaan dan ternyata positif, tentu bakalan mempermudah penyebaran virus Corona.

Tiga hari yang lalu Presiden Joko Widodo membagikan cuitan melalui akun twitter-nya agar masyarakat dapat berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus ditemukan. Lebih spesifiknya begini isi cuitan twitter Pak Jo “Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan. Sejak awal pemerintah memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, bukan lockdown. Dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tetapi dibatasi.” 

Cuitan Pak Jo yang satu ini justru dinilai berlawanan dengan apa yang disampaikan beliau pada dalam pertemuan virtual KTT G20 (Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty pada bulan Maret lalu, Pak Jo menyatakan agar saling bekerja sama dan saling menguatkan dalam “perang” menghadapi covid-19. Pada akhirnya dua diksi yang kontradiktif tersebut ramai menimbulkan kontroversi serta menjadi bahan perbincangan hangat bagi masyarakat dan netizen.

 Bahkan penggunaan hashtag #JokowiGakBecusUrusNegara menjadi salah satu trending di twitter pada 10 Mei 2020. Maret menyatakan perang, Mei mengajak damai, lagian siapa sih yang mau hidup berdampingan dengan penyakit? Orang yang bosan sehat? Jika lawan perangnya manusia tidak masalah masih bisa dikomunikasikan, masih bisa berdamai. Masalahnya ini lawannya tidak bisa diajak kompromi lho. 

Lawan Kita adalah penyakit, Saya ulangi siapa sih yang mau hidup berdampingan dengan penyakit? Yang ada modha, mampus semua rakyat Indonesia. Tidak ada lagi masyarakat yang susah diatur, tidak ada lagi yang mendukung dan mendengar kebijakan serta pernyataan ngawur dari pemerintah. Dan yang pasti tidak ada lagi rakyat yang dibikin bingung sama kebijakan pemerintah. 

Jika flashback kebijakan pemerintah dalam menangani wabah Corona dari Januari, awalnya pemerintah menghimbau masyarakat agar tidak panik. Bahkan pada saat itu kebijakan mengenakan masker masih dibatasi untuk orang yang sedang mengidap penyakit. Maret mulai panik, rakyat dihimbau untuk menggunakan masker, dihimbau untuk tetap di rumah masing-masing, Presiden menyatakan perang dengan virus Corona eh Mei berdamai dengan Corona. Corona jika dianalogikan sebagai manusia mungkin dia geleng-geleng kepala melihat kelakuan pemerintah yang plin-plan. 

Kedua hal tersebut juga dinilai seakan pemerintah lepas tangan menghadapi wabah virus Corona dan lebih mengurusi perekonomian ketimbang kelangsungan hidup masyarakat. Meskipun pernyataan Presiden sempat diklarifikasi pihak istana bahwa “Covid itu ada dan kita berusaha agar Covid segera hilang. Tapi kita tidak boleh menjadi tidak produktif karena Covid, menjadikan ada penyesuaian dalam kehidupan," kata  Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin kepada wartawan, Jumat 08 Mei 2020. 

Namun diksi damai terlalu absurd  dan tidak tegas menurut pemikiran Saya, seakan masyarakat diajak pasrah dengan kondisi wabah pandemi. Kata-kata nyeleneh semacam itu sebelumnya juga pernah dinyatakan oleh Presiden mengenai pulang kampung dan mudik. Yang bahkan bertentangan dengan pernyataan (Kementerian Perhubungan) kemenhub-nya bahwa kedua diksi tersebut sama saja maknanya.

Jadi sebenarnya siapa yang bingung? Pemerintah yang mengeluarkan kebijakan inkonsisten, serta menyatakan hal yang kontroversi seakan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam kebingungan. Inkonsisten pemerintah dan  kurang tegas dalam memberikan pernyataan kepada masyarakat. Sehingga diksi aneh yang Saya sebutkan sebelumnya bukannya menegaskan kepada masyarakat untuk tetap waspada, malah bingung dengan pernyataan tersebut. 

Seharusnya pemerintah tegas dan konsisten dalam menentukan kebijakan, tidak panik dan dipikirkan matang terlebih dahulu. Disegerakannya agenda rapid test massal, tanggap cepat, konsisten serta disiplin perlu diterapkan dalam menangani wabah Corona. Selain pemerintah dan tenaga medis, kerja sama yang baik antara bidang transportasi dan perhubungan serta media yang turut andil dalam mempublikasikan kebijakan publik, untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan bahaya virus Corona.




Related Posts
egip satria eka putra
Suka mengoleksi buku dan menulis. Mengoleksinya saja, sedang membacanya tidak.

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

1 comment