Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Hari Anti Korupsi Sedunia, Implementasi Clean Government di Indonesia

Hari Anti Korupsi Sedunia, Implementasi Clean Government di Indonesia

Oleh: Naufal Jihad, Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas

Seruan  Mahasiswa - Pada 9 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. hakikatnya korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. 

Dalam praktiknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karenanya sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang nyata. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Peringatan hari anti korupsi ini bermula pada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melawan korupsi yang dilaksanakan tanggal 31 Oktober 2003 untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi. Sehingga salah satu poin penting yang ditetapkan adalah peringatan hari anti korupsi Internasional yang dilaksanakan setiap tanggal 9 Desember itu. 

Korupsi melibatkan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan oleh perilaku tidak jujur yang mengarah pada keuntungan pribadi. Tidak ada negara di dunia yang sepenuhnya bebas korupsi. 

Semua itu terbukti karena Indeks Persepsi Korupsi mengukur tingkat korupsi sektor publik yang dirasakan seluruh dunia yang enyatakan bahwa lebih dari 68 persen negara di dunia mengalami masalah korupsi yang serius. Bagaimana dengan Indonesia?

Semangat pemberantasan korupsi di Indonesia sebenarnya telah lahir sejak lama, semua itu ditandai oleh runtuhnya kekuasaan rezim Orde Baru. Sehingga pada pemerintahan B.J Habibie yang menggulirkan ide awal pemberantasan korupsi di Indonesia dengan membentuk Komisi Pengawas Penyelenggaraan Kekayaan Negara (KPPKN). 

Kemudian semangat pemberantasan korupsi berlanjut di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid yang membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). 

Barulah pada pemerintahan Megawati Soekarnoputeri lahir sebuah komisi yang hingga hari ini menjadi musuh besar bagi para koruptor, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun di tahun 2020 ini Indonesia memiliki cerita yang cukup memprihatinkan soal kasus korupsi.

Akar Korupsi

Kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar suatu aturan hukum tertentu, merugikan diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, bahkan negara. Kejahatan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang lainnya yang mengandung sanksi pidana. 

Jika pelakunya bukan manusia, maka tidak termasuk dalam kategori kejahatan walaupun menimbulkan kerugian. Misalnya bencana alam dan kecelakaan jika disebabkan oleh binatang dan teknologi. Perang termasuk kejadian yang merugikan dan pengaturannya berada dalam ranah hukum perang. 

Jadi korupsi jelas masuk kategori kejahatan. Pelakunya adalah penyelenggara negara atau pegawai negeri, karena mereka berhadapan dengan penyalahgunaan kewenangan publik yang merugikan negara dan masyarakat.

Perilaku korupsi berawal dari empat unsur, pertama adalah faktor niat. Dimana unsur ini berasal dari dalam diri seseorang, dibentuk dalam waktu yang panjang dimulai sejak kecil. Semua itu terbentuk oleh lingkungan sehingga mendorong seseorang kepada perilaku yang menyimpang. 

Kedua, kemampuan untuk berbuat. Pada kenyataannya dalam kasus korupsi yang ditemukan, terdapat kewenangan yang mampu untuk berbuat sesuatu sehingga berpotensi melanggar kode etik. 

Ketiga, peluang atau kesempatan yang mengarahkan pejabat publik untuk melakukan tindak pidana korupsi pada setiap jenjang kekuasaan. 

Dan unsur yang terakhir yaitu terdapat target yang cocok seperti kewenangan menentukan anggaran pendapatan belanja. Dimana terdapat negosiasi yang terjadi diantara pejabat publik dan kelompok kepentingan.

Sehingga inti dari korupsi adalah uang panas yang dinikmati secara berjamaah karena keempat unsur tersebut. Korupsi juga dibedakan dalam dua kategori yaitu jangka panjang dan sewaktu-waktu. Artinya, sasaran korupsi itu bisa diciptakan dalam kurun waktu yang lama dan bersifat endemik atau berulang. 

Kemudian secara sewaktu-waktu dimana pelaku melihat peluang lalu dimanfaaatkan untuk korupsi. Selama ini korupsi yang banyak terbongkar adalah secara sewaktu-waktu. Alat bukti yang mampu dikumpulkan berupa suap-menyuap dan kadang-kadang pemerasan dalam jabatan. 

Tidak menutup kemungkinan juga korupsi yang dilakukan karena terpaksa, artinya disini bahwa terdapat pengaruh atau tekanan orang lain. 

Di masa lalu korupsi dianggap sebagai kebiasaan yang umum terjadi dilakukan apabila ketahuan secara manajerial dan dianggap sebagai mismanagement, pelanggaran disiplin, atau pelanggaran kode etik. Hukumannya adalah sanksi administrasi, disiplin, atau sanksi kode etik. 

Hal inilah yang menyebabkan korupsi merajalela, orang sudah tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Pejabat jujur tidak bisa hidup secara layak di negeri yang seperti ini. 

Indonesia sebagai negara yang demokratis yaitu negara bebas dalam menyuarakan hak politiknya, hari ini juga dikenal sebagai negara yang memiliki peluang untuk melakukan korupsi karena lemahnya hukum terhadap penguasa dengan tindakan pejabat publik yang mencoba untuk melemahkan penegak hukum melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat.

Rapuhnya Pemerintahan yang Bersih

Korupsi ibarat gunung es di atas permukaan air laut. Bagaimanapun kita berhasil menghancurkan permukaannya, selalu muncul lagi gunung es yang baru. Sebab di bawah permukaan air laut masih terdapat bongkahan es yang lebih besar. 

Jadi, walaupun kita berhasil memenjarakan koruptor sebanyak-banyaknya, katakanlah sampai penjara penuh dengan koruptor, akan tetap muncul koruptor baru sepanjang akar masalah korupsi seperti bongkahan es yang berada di bawah air laut itu tidak bisa kita hancurkan atau tidak kita tangani dengan baik. 

Kemudian hal yang penting adalah bagaimana etika dan moral kehidupan manusia yang menjadi pedoman hidup patut dievaluasi kembali. Manusia hari ini telah jauh dari norma-norma kehidupan sehingga selalu mengarahkan manusia kepada perbuatan yang menyimpang.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. 

Disisi lain, upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Kurang dua pekan KPK berhasil mengungkap dua dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh menteri kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’aruf Amin. 

Pertama datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yaitu dugaan kasus benih lobster. Kedua, datang dari Kementrian Sosial (Kemensos) yaitu dugaan kasus suap bantuan sosial Covid-19.

Sungguh disayangkan dan memprihatinkan bagi bangsa ini. Pejabat publik sekaligus orang yang dipercayai oleh presiden Jokowi untuk menduduki kursi kekuasaan di kementerian akhirnya harus berurusan dengan Gedung Merah Putih KPK. 

Terdapat beberapa pernyataan dari pengamat politik yang mengasumsikan bahwa penyalahgunaan kekuasaan seperti ini tentu tidak lepas dari kepentingan partai politik. Karena melihat situasi yang belum lama ini setelah pesta demokrasi berlangsung hingga hari ini telah banyak merenggut dana partai politik untuk memenangkan pasangan calon dalam kontestasi politik. 

Sehingga ketika telah mendapatkan kue kekuasaan, untuk tahun pertama adalah mengumpulkan kembali modal yang telah diberikan oleh partai politik tersebut.

Akhirnya tindakan seperti ini tidak akan pernah berakhir, akibat perilaku aktor politik yang tidak sesuai dengan etika politik yang seharusnya menjadi pedoman dalam menggunakan kekuasaan. 

Penerapan pemerintahan yang bersih akan mustahil untuk diwujudkan karena setiap prinsip pemerintahan yang bersih, seperti tingkat transparansi dan integritas pejabat pemerintahan masih sangat rendah di Indonesia. Kemudian sistem hukum yang lemah akan mempengaruhi kinerja pemerintahan secara siginifikan. 

Kedepan kita harus mempersepsikan bahwa korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa juga untuk memberantasnya. Integritas moral dan budaya taat hukum harus segera dicarikan solusinya. 
Related Posts
@sevencorner
Estoy hablando por escrito! Mulutku bungkam, jemariku bicara!

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment