Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Ada Apa Dengan PSBB Jilid 2?

Oleh: Gres Afika Astari, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

Dikeluarkannya keputusan oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan pada konferensi pers di Balai Kota Jakarta pada Rabu, 9 September 2020 tentang Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali menuai banyak kritik dari berbagai pihak. PSBB yang dimaksud oleh Anies Baswedan tersebut bukanlah PSBB pada masa awal pendemi ataupun PSBB transisi tetapi PSBB pada masa awal Pandemi dahulu yang akan diberlakukan pada 14 Septemer 2020.

Pada rapat yang diadakan secara daring untuk membahas situasi Covid-19 sejumlah menteri
Presiden Jokowi mengkritik rencana Gubernur DKI Anies Baswedan memberlakukan kembali
PSBB. Para Mentri tersebut lebih mengkhawatirkan dampak PSBB pada sektor perekonomian dari pada dampak kesehatan terhadap Pandemi Covid-19.

Hal tesebut terlihat pada pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, “Dengan diterapkannya kembali PSBB yang sedikit
banyaknya memengaruhi kinerja industri manufaktur yang ada di RI, apalagi kalau diikuti
provinsi lain yang kembali menerapkan PSBB ketat. Melihat industri yang sudah menggeliat ini, kami khawatir mendapat tekanan” ucap Agus.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, ”Pengumuman PSBB ketat jilid II telah menimbulkan ketidakpastian pada pasar saham terutama IHSG. Gara-gara pengumuman ini, IHSG kini berada di bawah 5.000 lagi seperti pada awal pandemi”, ucap Airlangga.

Kritikan keberatan terhadap penarikan rem darurat ini juga disampaikan oleh Wakil Mentri Luar Negeri RI Mahendra siregar dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional
Kadin, Kamis ( 10/9/2020 ).

Adapun alasan ditariknya rem darurat kembali oleh Gubernur Anies Baswedan yaitu
meningkatnya kasus kematian dan kasus pasien positif Covid-19 yang mana pada 9 Desember 2020 berjumlah 50.671 warga Jakarta yang terkonfirmasi positif Covid-19. Hal tersebut semakin membuat kekhawatiran terhadap bertambahnya angka kematian dan kasus angka aktif positif Covid-19. Selain itu, penuhnya fasilitas kesehatan membuat krisis ketersediaan tempat isolasi perawatan pasien Covid-19 juga menjadi alasan diberlakukannya kembali PSBB di lingkungan DKI Jakarta.

Poin-poin penting dari PSBB jilid 2 ini adalah belajar, bekerja dan beribadah dari rumah. Semua tempat ibadah ditutup dengan penyesuaian yang mematuhi atauran protokol kesehatan yang ketat dan terbatas pada komonitas lokal, menutup semua tempat hiburan, seluruh usaha makanan hanya menerima pesanan untuk dibawa pulang atau drive thru, semua kegiatan publik dan kegiatan kemasyarakatan harus ditunda, tidak boleh ada kerumunan sama sekali di lingkungan publik, pembatasan ketat transportasi publik, pembatasan jam operasional dan peniadaan sistem ganjil genap.

Selain itu bidang-bidang vital yang sangat dibutuhkan yang diizinkan untuk beroperasi dengan kapsitas 50% dari kapasitas total dan mematuhi protokol kesehatan adalah bidang kesehatan, bidang bahan pangan, makanan dan minuman, bidang energi seperti gas, listrik, air yang menjadi kebutuhan energi masyarakat, bidang sektor informasi teknologi dan informatika, sektor keuangan dan logistik yang memastikan bahwa terpenuhinya kebutuhan masyarakat, perhotelan, konstruksi, industri strategis yang memiliki nilai strategis untuk kepentingan negara, industri pelayanan vital untuk objek tertentu untuk kepentingan nasional dan tempat pelayanan kebutuhan sehari-hari.

Melihat berbagai kritikan para Menteri Jokowi terhadap Gubernur Anies Baswedan sangat
tidak beriringan dengan konsep ketahanan nasional yang mana ketahanan nasional didukung oleh ketahanan kesehatan dan ketahanan bidang perekonomian. Keputusan menarik kembali rem darurat Anies sesuai situasi kondisi saat ini sudah sangat tepat sasaran. Keputusan tersebut tidak hanya berpihak pada bidang kesehatan tetapi juga berpihak pada sektor perekonomian.

Hal tersebut terlihat pada tetap diizinkan dibukanya bidang-bidang vital yang sangat
berpengaruh pada sektor perekonomian dan kebutuhan masyarakat dengan tetap secara ketat menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan merupakan pelaksanaan arahan dari Presiden Joko Widodo dalam kerangka untuk menahan laju Covid-19 di DKI Jakarta.

Lalu ada apa dengan para Menteri Jokowi yang mengkritik keputusan Gubernur Anies Baswedan tersebut ?

Kritikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto yang mengatakan bahwa turunnya nilai indeks harga saham gabungan ( IHSG ) yang sekarang berada di bawah 5.000 setelah diumumkannya PSBB ketat jilid II dan menimbulkan ketidakpastian IHSG.

Semestinya Airlangga Hartanto menjelaskan hubungan antara PSBB dengan IHSG bukannya
menyalahkan keputusan yang dikeluarkan oleh Anies Baswedan. Secara logika, sesuatu yang
terjadi setelah yang satu, tidak dengan sendirinya hubungan sebab akibat. Sebenarnya tanpa adanya pengumuman PSBB jilid 2, kondisi IHSG tetaplah menurun dengan melihat situasi perekonomian dan situasi di lockdownnya Indonesia oleh 59 negara di dunia. Hal tersebut mengakibatkan tidak ada devisa yang masuk ke Indonesia. Hal ini lebih cocok digunakan oleh Airlangga sebagai alasan menurunnya IHSG dari pada mengatakan IHSG menurun setelah diumumkannya PSBB jilid 2 oleh Anies Baswedan.

Terjadinya perbedaan pendapat pada PSBB jilid 2 ini banyak menimbulkan kontravensi. Sesuai
dengan bunyi pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 yang berbunyi, “untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social,” maka kebijakan yang diambil oleh Anies tersebut telah sesuai dengan konstitusi pemerintahan Negara Republik Indonesia dalam melindungi dan
menyelamatkan masyarakat.

Karena, negara yang benar adalah negara yang mengutamakan keselamatan rakyat bukan keselamatan perekonomian semata. Karena, sebagaimana yang kita ketahui bahwa tidak ada yang mengetahui cara menghidupkan orang mati tetapi dengan memulihkan perekonomian banyak cara yang dapat dilakukan.

Melihat tanggapan dari menteri-menteri tersebut terlihat bahwa kurangnya sinergi pemerintah pusat dalam menangani masalah Covid-19 dan kurangnyan kerja sama dengan pemerintah daerah DKI Jakarta. Masalah Covid-19 ini bukan lah suatu yang masalah yang kecil dan bukan hanya masalah pemerintah pusat atau pemerintah DKI saja. Tetapi, Covid-19 ini merupakan masalah kita bersama. Oleh karena itu, sangat diperlukannya kerja sama semua pihak untuk
penanganan masalah Covid-19 di Negara Republik Indonesia.
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment