Y0eWGYxzpXyCEdgWdcCCd1ut8uzRgXO9EmGhgceU

Indonesia Terserah, Terserah Siapa?

Oleh: Dhuha Aprilio
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas)

Pandemi virus corona telah menyebar secara masif ke sekitar lebih dari dua ratus Negara, dengan Indonesia menjadi salah satu di antaranya. Masing-masing Negara mempunyai cara tersendiri untuk melawan penyebaran pandemi ini, tentunya dengan tetap berorientasi pada keselamatan dan keamanan warga negaranya. Seperti Vitenam, pemerintahan Vietnam berinisiatif mengambil langkah cepat, yaitu dengan cara mengunci (lockdown) dan menghentikan seluruh penerbangan lokal maupun internasional untuk negara itu. Hasilnya, sampai saat ini Vietnam masih berada pada angka nol kematian dengan 324 angka positif akan virus ini. Jika kita lihat persentasi angka positif dan angka kematian dunia, maka Vietnam bisa digolongkan kepada Negara yang berhasil menghambat laju penyebaran virus ini. Tentu, keberhasilan yang diperoleh oleh Negara Vietnam ini tidak lepas dari sinergi antara pemerintahan dan rakyat.

Thomas R.Dye, seorang ahli kebijakan publik mendefenisikan kebijakan publik sebagai whatever governmentns choose to do, or not to do. Dye menjelaskan, maksudnya adalah segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Namun, bukan berarti keputusan yang di maksud bertujuan untuk otoritarisme. Jika dilihat dari teori kebijakan publik tersebut, pantas sajalah pemerintahan Vietnam berhak mengeluarkan aturan-aturan untuk pencegahan penyebaran virus corona ini.

Teori kebijakan publik di atas, bersifat global dan sudah seharusnya diterapkan oleh semua Negara di dunia ini. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya, pemerintahan Indonesia sudah mengeluarkan beberapa peraturan untuk mencegah penyebaran pandemi ini. Salah satunya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan dengan cara pengajuan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Jelas, metode ini berbeda dengan kebijakan lockdown yang dimana keputusan mutlak ditangan pemerintahan pusat tanpa pertimbangan pemerintah daerah.

Lalu, seberapa efektif PSBB yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk penanganan virus corona ini? Untuk pada tahap awal, pemerintah seakan berhasil mengosongkan tempat-tempat keramaian dari masyarakat, walau angka pertambahan positif masih stabil di angka 200-400/hari nya. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat seakan jenuh berdiam diri dirumah, keadaan ini di perparah dengan ketidakpastian informasi dari pemerintah yang seakan membingungkan masyarakat, mulai dari pengertian mudik dengan pulang kampung yang berbeda, tarik-ulur pemboikotan transportasi umum, pembukaan mall kembali, hingga kepada wacana pelonggaran PSBB. Secara psikologis, tentu saja ini membuat rakyat kebingungan dan berujung kepada krisis kepercayaan kepada pemerintah itu sendiri.

Kesimpangsiuran dan ketidakpastian informasi tadi seakan dijadikan celah oleh rakyat untuk kembali beraktifitas diluar rumah, walaupun hanya untuk kegiatan yang bersifat tidak terlalu penting. Hal ini membuat masyarakat kembali memenuhi tempat-tempat umum, seperti bandara yang ramai pemudik yang cenderung desak-desakan, mall yang membludak akan pengunjung yang mengejar diskon hari raya, dan lain sebagainya. Akibatnya dari perbuatan ini, kurva penyebaran pandemi Indonesia melonjak drastis per 21 Mei 2020 dan memecahkan rekor angka terbanyak per hari di Indonesia, yaitu sebanyak hampir seribu orang positif/hari nya.

Atas kejadian tersebut, tim medis dan sebagian rakyat yang kecewa, mengeluarkan tagar Indonesia Terserah, yang kemudian menjadi viral di jejaring media sosial. Menurut pandangan penulis, makna dari tagar yang dikeluarkan tersebut, adalah berupa wujud protes atas kekecewaan yang terjadi. Kekecewaan atas sikap pemerintah yang seakan gagap dalam menentukan kebijakan, dan kekecewaan atas sikap rakyat yang tidak mau menahan diri untuk berada dirumah. Bukan tanpa alasan, mereka yang berdiri di garis terdepan harus berjibaku dan rela tak pulang bahkan hingga kehilangan nyawa, untuk menahan penyebaran virus yang masif ini. Pantas sajalah kiranya, mereka marah dan kecewa dengan sikap pemerintah dan rakyat yang seakan tidak mau bekerja sama dengan mereka yang berada di garis terdepan menghadapi pandemi ini.

Sekarang mari kita bahas sedikit tentang teori kekuasaan, dan teori kebijakan publik yang sebelumnya telah sedikit disinggung pada paragraf awal tulisan ini. Menurut pakar ilmu politik Indonesia, Meriam Budiarjo, teori kekuasaan adalah, “kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan orang atau kelompok yang memiliki kekuasaan tersebut."
Berdasarkan teori kekuasaan dan teori kebijakan publik yang sebelumnya sudah disinggung pada awal paragraf tulisan ini, seharusnya pemerintah punya andil yang sangat dominan dalam hal ini. Pemerintah secara konstitusional mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan (hukum) untuk mengatur masyarakatnya. Sedangkan di dalam teori kekuasaan ilmu politik, pemerintah adalah sebuah kelompok yang sah dan dilindungi oleh undang-undang untuk memperlihatkan kekuasaannya untuk mengatur rakyat menjadi lebih tertata. Namun, perlu dicermati lagi, dua teori yang digunakan penulis ini bukan untuk otoritarian pemerintah dalam memerintah, melainkan untuk menjalankan peranan sebagai pemerintah itu sendiri, karena kedua teori ini tentu saja erat hubungannya dalam masalah yang dihadapi bangsa saat berupaya menahan laju pandemi ini.

Berdasarkan dua teori politik tadi, pemerintah bisa saja menerbitkan aturan (hukum) untuk membuat masyarakat yang tadinya sudah mulai memenuhi tempat-tempat umum, menjadi berdiam diri dirumahnya masing-masing kembali. Tentu, aturan yang dikeluarkan harus tetap berorientasikan kepada kepentingan, keselamatan, dan keamanaan masyarakat. Mulai dari kembali membatasi penerbangan lokal dan internasional dan menutup kembali tempat-tempat umum yang berkemungkinan membuat pertumpukan massa, seperti mall.

Secara yuridis, walau dalam keadaan terpaksa, rakyat akan tetap patuh terhadap aturan (hukum) yang dibuat oleh pemerintah, sebab didalamnya terkandung norma yang memaksa dan mengikat, dan memang begitulah cara hukum bekerja. Kalau pemerintahnya gagap dalam mengeluarkan aturan, dan saling ralat informasi, bagamiana rakyat mau patuh? Presiden Ghana pernah berkata dalam sebuah pidatonya “Kita tahu cara memulihkan ekonomi, tapi tidak dengan menghidupkan orang.” Ungkapan ini menjadi viral di Indonesia pada saat awal virus corona memasuki negeri ini. Ungkapan ini sangat menarik, karena pemerintah Ghana tetap mengutamakan keselamatan rakyatnya meskipun pada saat yang bersamaan keadaan ekonomi Negara tersebut sedang carut-marut, dan dibayang terpaan inflasi. Berangkat dari itu, sudah seharusnya juga pemerintah Indonesia juga mengutamakan keselamatan rakyatnya, ketimbang pemasukan Negara, sebab itu semua bisa dicari kembali, namun nyawa tidak dengan nyawa manusia.

Belum terlambat untuk membangun kembali kesadaran tersebut, mari saling bersatu untuk menghadapi pandemi ini.
 ”Kalau tim medisnya udah merajuk, yang sakit mau berobat kemana lagi, kan?”  
Related Posts

Related Posts

Masukkan kode iklan matched content di sini.

Post a Comment